Thursday, June 2, 2011

60 Persen PNS Korupsi

Kemarin sore  dalam perjalanan ke sebuah kota kecil di Jawa Timur,  karena sedikit penat penulis mampir ke sebuah warung angkringan di pinggir jalan.  Sambil menikmati secangkir kopi tiba-tiba mata penulis tertuju ke koran yang terlihat sudah lecek  tergeletak di meja warung tersebut. Iseng-iseng  penulis mengambilnya lalu  membuka-buka koran tersebut.
Di salah satu halaman, ada berita dengan judul besar: 60 Persen PNS Korupsi.  Penulis tertarik untuk membaca artikel tersebut lebih lanjut.


Di dalam koran daerah tersebut dikatakan, bahwa korupsi masih menjadi bahaya laten di negeri ini.  Hampir setiap sendi kehidupan terjangkit penyakit masyarakat ini. Bahkan karena akutnya, korupsi sepertinya sudah menjadi “tradisi”.
Dalam berita itu, penasehat KPK Abdullah Hehamahua mengatakan, hingga saat ini Indeks Prestasi Korupsi (IPK) Indonesia di bidang pemberantasan korupsi masih sangat rendah.  Dari nilai IPK 1-10, IPK Indonesia hanya 2,8.
Dengan nilai IPK yang didapat itu, posisi Indonesia menjadi negara terkorup ketiga dari 170 negara di dunia. Ironisnya lagi, untuk konteks Asia negara kita menjadi negara terkorup nomor wahid.
Dikatakan oleh Abdullah Hehamahua bahwa sebagian besar pelaku korupsi adalah  aparat pemerintah. baik yang ada di lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga lainnya.
Khusus untuk lembaga eksekutif (pemerintahan), aparat di lembaga ini benar-benar doyan korupsi.  Abdullah menyebutkan , dari 3,7 juta sampai 4 juta jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS), 60 persen diantaranya melakukan tindak pidana korupsi.
Penyebabnya, gaji yang diterima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.  Gaji yang mestinya untuk kebutuhan selama satu bulan, hanya cukup untuk sepuluh hari saja. “Makanya mereka (PNS) memilih jalan korupsi guna memenuhi kebutuhannya  yang kurang itu,”tegas Abdullah.
Menurutnya, penyebab munculnya mentalitas korup di kalangan PNS itu disebabkan oleh keserakahan (greedy) dan karena adanya kesempatan.
Faktor serakah dapat dilihat dari perilaku pejabat PNS .  Dengan jabatan eselon yang dimiliki , si PNS sudah cukup diberi mobil dinas, motor dinas, rumah dinas, dan uang bensin. Tapi karena serakah , dia tetap saja melakukan tindak korupsi.
Sementara terjadinya tindak pidana korupsi karena kesempatan (corruption by opportunity), banyak terjadi di lembaga layanan publik yang memungkinkan pertemuan antara petugas dengan masyarakat atau pelanggan.
“Jadi selama ada niat, kesempatan, dan kemampuan, biasanya tindakan koruptif itu muncul,” tandas Abdullah.
Sambil menghabiskan kopi yang masih tersisa penulis hanya bisa geleng-geleng kepala sambil tersenyum kecut membaca berita itu.  Setelah membaca berita tersebut penulis jadi teringat beberapa waktu yang lalu pernah mendengar di sebuah stasiun radio yang mengutip informasi dari Departemen Dalam Negeri bahwa saat ini ada 17 Gubernur dan 150 bupati/walikota yang sedang terlibat kasus hukum khususnya korupsi.
Wah-wah bener-bener kita ini hidup di negerinya para koruptor dan sepertinya benar omongan sebagian orang kalau negeri tercinta ini sedang benar-benar sakit.
Salam harmoni

No comments: