Friday, April 29, 2011

Sekolah itu penindasan


“Bersekolah itu sama artinya menikmati penindasan!”. Ujaran pedas ini bukan diungkap oleh Paulo Freire, filsuf pendidikan asal Brasil yang kondang dengan buku “Pendidikan Bagi Kaum Tertindas” itu. Bukan pula datang dari mulut para pakar kurikulum pendidikan di tanah air, apalagi menteri pendidikan, melainkan dari seorang mantan pengelola serikat tani di Salatiga. Ia, Bahruddin namanya, adalah lulusan sekolah tinggi agama di Semarang. Dan ia merasa pernah menjadi salah seorang korban penindasan.
Apanya sih yang menindas dari sekolah? Barangkali pertanyaan itu yang memberontak di pikiran kita. Sekolah kan asik-asik saja. Nongkrong, pacaran, nge-band, sesekali kelahi, nyontek, ngerjain guru atau dosen. Everything’s so fun. Lantas, sekali lagi, apanya yang menindas? Kalau pertanyaan ini ditujukan ke Bahruddin, maka ia punya jawaban tegas: sistemnya!
What system? Sistem yang kayak apa? O ho, ternyata sistem pengajaran yang membuat para siswa menjadi tukang hapal. Sistem transfer pengetahuan yang sepihak. Sistem evaluasi yang menempatkan guru sebagai satu-satunya otoritas kebenaran. Sistem pengelolaan biaya tinggi yang memapas kemungkinan orang miskin mendapat pendidikan yang berkualitas. Itu beberapa diantaranya.
Berangkat dari kesadaran itu, Bahruddin pun menyiapkan perangkat perlawanan. Bukan dengan kelebat kelewang, tidak juga letus senapan. Alih-alih dia membangun sebuah SLTP alternatif di tanah kelahirannya, Desa Kalibening, sekitar 6 kilometer arah timur kota Salatiga. Diberinya nama Qaryah Thoyyibah, yang artinya “desa yang permai”, mengikut nama serikat tani yang pernah dikelolanya. Kelas pertama dimulai tahun 2003 dengan hanya 12 murid dari Kalibening, termasuk Hilmi, anak pertamanya.
Melawan sekolah kok dengan sekolah? Jika muncul pertanyaan serupa itu, begini jawabannya: Qaryah Thoyibbah (QT) dikelola dengan cara berbeda. Dengan pemikiran bahwa yang kesalahan terbesar dari insitusi sekolah adalah sistem pengelolaan dan pengajarannya, Bahruddin dan pengelola lainnya mengintrodusir pendekatan baru dalam proses ajar-mengajar dan pengelolaannya. Salah satu terobosan orisinilnya adalah dengan memanfaatkan rumah tinggal sebagai sekolah dan mengisi ruang kelas dengan sejumlah komputer yang terhubung dengan internet 24 jam !
Gedung sekolah yang memanfaatkan sebagian dari bangunan rumah Bahruddin, juga bekas kantor serikat tani, terletak di tengah pemukiman berdekatan dengan rumah para siswa sehingga mereka tak perlu mengeluarkan biaya transport. Pengelola melengkapi siswanya dengan gitar dan kamus bahasa Inggris serta memberi kesempatan siswanya untuk menyicil pembelian komputer. Untuk semua itu, orang tua siswa hanya “dibebani” iuran bulanan Rp 20.000 plus uang saku harian Rp 3000. Jumlah ini pun ditentukan berdasar kesepakatan bersama antara pengelola sekolah dan orang tua siswa.
Setiap hari, Senin sampai Sabtu, QT memulai aktifitasnya sejak pukul 6 pagi dengan Coffee Morning, sebuah kelas wicara dalam bahasa Inggris. Jam 7 mereka berhenti untuk sarapan pagi di rumah salah seorang penduduk yang dipesan untuk menyediakan makan pagi secara bergilir. Cara ini dilakukan untuk mendekatkan siswa QT dengan orang-orang di lingkungan mereka. Jam-jam berikutnya adalah petualangan pengetahuan. Para guru di QT, yang mengajar dengan sukarela, diposisikan bukan sebagai pengajar melainkan fasilitator. Pengetahuan bukan ditransfer, melainkan dicari dan didiskusikan bersama. Dalam evaluasi, pemahaman lebih diutamakan dibanding kemampuan menghapal. Dalam proses pembelajaran, kepercayaan diri, kegairahan dan kegembiraan belajar yang ditumbuhkan. Bukannya bentakan merendahkan, dikte dan tekanan.
Hasilnya,  siswa-siswa SLTP QT menduduki ranking teratas di Salatiga. Bahasa Inggris mereka cas cis cus. Musik pada lumayan jago, bahkan mereka telah menghasilakn beberapa kaset rekaman dan video musik kompilasi lagu-lagu daerah yang juga menampilkan Bupati Semarang. Menurut penelitian seorang pakar IT dari Jepang, optimalisasi pemakaian internet untuk pendidikan di QT termasuk tujuh terbaik di dunia. Yang menarik, meski telah berwawasan global para siswa tidak tercerabut dari lingkungannya.
Bahruddin, bersama banyak pihak yang mendukung gerak dan pemikirannya, telah membuktikan bahwa perbaikan sistemlah yang akan menyehatkan institusi sekolah, bukannya gonta-ganti menteri, kurikulum apalagi warna sepatu! Mungkin QT inilah jawaban dari kekuatiran terjerumusnya pendidikan Indonesia pada, meminjam istilah ahli pendidikan Jerman Kurt Singer, praktek pedagogi hitam: pendidikan sekolah yang membuat siswa tertekan, tertindas dan kehilangan kepercayaan diri untuk belajar! Selamat belajar dari Salatiga…

Anarkisme di Negara Hukum




Konon, predikat negara hukum hendak dilekatkan sebagai karakter negeri ini, terbukti Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 pasca-amendemen memindahkan istilah negara hukum (rechtstaat), yang dalam naskah asli hanya tercantum dalam Penjelasan UUD, menjadi bagian dari Batang Tubuh UUD 1945. Penempatan istilah negara hukum ke dalam Batang Tubuh UUD tentunya tidak hanya bermakna simbolis, tetapi dimaksudkan untuk menjadi suatu forma-formarum, artinya menjadi keseluruhan bangunan organisasi dari sebuah negara.

Berbagai kekerasan psikis maupun fisik yang dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat yang menindas sesamanya yang lebih lemah dalam skala jumlah dan kekuatan masih dipraktekkan di berbagai ruang sosial di negeri yang konstitusinya mendeklarasikan dirinya sebagai negara hukum ini. Berbagai peristiwa paket bom dan kekerasan fisik, politik, dan administratif terhadap minoritas tak urung juga telah mengkonstruksikan citra bahwa di negeri ini masih ada pihak yang ingin melanggengkan politik anarkisme.



Tak jarang di saat lain, (aparat) negara pun tak beda jauh, kekerasan struktural sering dilakukan terhadap mahasiswa, demonstran, pedagang kaki lima, gelandangan/pengemis, dan lain-lain. Kekerasan negara biasanya dilakukan dengan menggunakan kekuasaannya yang mendominasi penggunaan sumber daya publik mengatasnamakan klaim sepihak kepentingan umum (public interests) yang rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dengan selubuk diskresi (discretionary power).

Paradigma yang mendasari UUD 1945 pun sebenarnya juga tak beda jauh dengan berbagai negara yang ada dalam tipologi negara kesejahteraan (welfare state), yaitu negara yang dituntut untuk berperan aktif dalam mengatur dan menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya. Negara yang proaktif tidak terpisahkan eksistensinya dari rakyatnya (staatsbemoienis), karena negara kesejahteraan seharusnya merepresentasikan sosok “bapak yang bijak dan penuh kebaikan”(wise and benevolent father) dan mengetahui apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya. Jika paradigma negara kesejahteraan itu diuji kesahihannya dalam realitas, terlihat masih jauh panggang dari api. Negara justru tak terlihat hadir dalam setiap kesulitan yang dihadapi rakyatnya. Alhasil, alih-alih merealisasi paham negara kesejahteraan, negara justru terlihat mempraktekkan apa yang disebut oleh filsuf Niezsche sebagai nihilisme pasif. Negara dikesankan melakukan pembiaran terhadap terjadinya kekerasan dan kesulitan ekonomi rakyatnya di mana-mana. Negara tidak menolak nihilisme karena membiarkan nilai-nilai dan makna tertinggi yang terkandung dalam spirit konstitusinya runtuh. Keanekaragaman yang selama ini konon hidup di negeri ini telah digantikan dengan anarkisme. Konstitusi, yang pembukaannya secara utuh mempertahankan Pancasila, ternyata dalam praksis mengalami dekontekstualisasi dan diskontekstualisasi (discontextualization). Meskipun Mahkamah Konstitusi pada sisi atas menjaga konstitusionalisme produk undang-undang, pada sisi bawah berbagai praktek kehidupan berbangsa dan bernegara justru telah menegasikan dan mengingkari kontrak politik yang terkandung dalam konstitusi. Akibatnya, konstitusi tak lagi sahih secara sosial meskipun dalam bangunan formal terlihat masih utuh.

Faktor kepemimpinan yang dipraktekkan oleh berbagai elite politik di negeri ini seharusnya memberi keteladanan bagi rakyat, namun rakyat kian mengalami disorientasi nilai karena tak lagi memiliki panutan. Aparat penegak hukum pada level pelaksana di bawah kian kehilangan kepercayaan diri karena tak memperoleh tuntunan dari struktur kepemimpinan yang kehilangan jati diri di tengah bangunan kelembagaan hukum yang korup dan rapuh. Hukum yang ditegakkan oleh lembaga yang rapuh dan korup menyebabkan hukum tak efektif lagi sebagai sebuah norma sosial (norma-normarum) karena di dalamnya sarat dengan pertentangan nilai dan saling menderogasi.

Anarkisme merujuk pada sebuah kondisi chaos atau bekerjanya sebuah sistem secara tak beraturan. Negara yang subsistem di dalamnya tak mampu membangun sebuah sinergi sehingga menjadi sistem yang bekerja dengan efektif akan menjadikannya sebuah negara anarki. Hukum seharusnya mampu menjadi perekat sistem melalui karakter normatif yang dimilikinya. Artinya, hukum dengan sistem sanksi yang dimilikinya seharusnya mampu menjaga bekerjanya sistem dalam negara untuk mewujudkan tujuannya yang tak lain adalah mewujudkan kesejahteraan umum (bonnum commune). Negara yang gagal adalah negara yang mengalami disorientasi dalam upaya mewujudkan tujuannya tersebut.

Menghentikan aksi anarkisme tak hanya berhenti dengan membubarkan organisasi masyarakat (ormas) yang dituduh menjadi pencetus kekerasan massa, jika pemerintah memang secara konsisten mematuhi pidato Presiden SBY pascakerusuhan Cikeusik dan Temanggung yang lalu yang menghendaki agar pemerintah mencari jalan legal bagi pembubaran ormas-ormas anarkistis. Pembentukan detasemen anti-anarkisme harus diikuti dengan upaya melakukan transformasi habitus publik yang lebih menyemai nilai-nilai keadaban publik, toleransi, memahami perbedaan dan nilai-nilai humanisme. Pada level elite, hal itu harus dimulai dengan tidak hanya sekadar melakukan restrukturisasi organisasi atau kelembagaan kuasa negara, tetapi juga restrukturisasi sikap moral dalam mengemban amanah jabatan. Penegakan hukum di negeri ini hanya akan terlihat banal dan menjadi pepesan kosong minim substansi keadilan jika anarkisme yang terjadi, baik di ranah elite maupun masyarakat, tidak segera dihentikan. Tentu, penegasan dalam konstitusi bahwa Indonesia adalah sebuah negara hukum di awal pembentukannya oleh para pendiri negara (the founding fathers) adalah sebuah visi besar hasil perenungan yang mendalam, bukan sekadar politik gincu atau aksesori konstitusi.,

Tuesday, April 26, 2011

Carut Marut Dunia Hukum di Indonesia


Penegakkan hukum di Indonesia sudah lama menjadi persoalan serius bagi masyarakat di Indonesia. Bagaimana tidak, karena persoalan keadilan telah lama diabaikan bahkan di fakultas-fakultas hukum hanya diajarkan bagaimana memandang dan menafsirkan peraturan perundang-undangan. Persoalan keadilan atau yang menyentuh rasa keadilan masyarakat diabaikan dalam sistem pendidikan hukum di Indonesia.

Hal ini menimbulkan akibat-akibat yang serius dalam kontek penegakkan hukum. Para hakim yang notabene merupakan produk dari sekolah-sekolah hukum yang bertebaran di Indonesia tidak lagi mampu menangkap inti dari semua permasalahan hukum dan hanya melihat dari sisi formalitas hukum. Sehingga tujuan hukum yang sesungguhnya malah tidak tercapai.
Sebagai contoh, seluruh mahasiswa hukum atau ahli-ahli hukum mempunyai pengetahuan dengan baik bahwa kebenaran materil, kebenaran yang dicapai berdasarkan kesaksian-kesaksian, adalah hal yang ingin dicapai dalam sistem peradilan pidana. Namun, kebanyakan dari mereka gagal memahami bahwa tujuan diperolehnya kebenaran materil sesungguhnya hanya dapat dicapai apabila seluruh proses pidana berjalan dengan di atas rel hukum. Namun pada kenyataannya proses ini sering diabaikan oleh para hakim ketika mulai mengadili suatu perkara. Penangkapan yang tidak sah, penahanan yang sewenang-wenang, dan proses penyitaan yang dilakukan secara melawan hukum telah menjadi urat nadi dari sistem peradilan pidana. Hal ini terutama dialami oleh kelompok masyarakat miskin. Itulah kenapa, meski dijamin dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya, prinsip persamaan di muka hukum gagal dalam pelaksanaannya.
Kebenaran formil, kebenaran yang berdasarkan bukti-bukti surat, adalah kebenaran yang ingin dicapai dalam proses persidangan perdata. Namun, tujuan ini tentunya tidak hanya melihat keabsahan dari suatu perjanjian, tetapi juga harus dilihat bagaimana keabsahan tersebut dicapai dengan kata lain proses pembuatan perjanjian justru menjadi titik penting dalam merumuskan apa yang dimaksud dengan kebenaran formil tersebut. Namun, pengadilan ternyata hanya melihat apakah dari sisi hukum surat-surat tersebut mempunyai kekuatan berlaku yang sempurna dan tidak melihat bagaimana proses tersebut terjadi.
Persoalan diatas makin kompleks, ketika aparat penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, advokat) juga mudah atau dimudahkan untuk melakukan berbagai tindakan tercela dan sekaligus juga melawan hukum. Suatu tindakan yang terkadang dilatarbelakangi salah satunya oleh alasan rendahnya kesejahteraan dari para aparat penegak hukum tersebut (kecuali mungin advokat). Namun memberikan gaji yang tinggi juga tidak menjadi jaminan bahwa aparat penegak hukum tersebut tidak lagi melakukakn tindakan tercela dan melawan hukum, karena praktek-praktek melawan hukum telah menjadi bagian hidup setidak merupakan pemandangan yang umum dilihat sejak mereka duduk di bangku mahasiswa sebuah fakultas hukum.
Persoalannya adalah bagaimana mengatasi ini semua, tentunya harus dimulai dari pembenahan sistem pendidikan hukum di Indonesia yang harus juga diikuti dengan penguatan kode etik profesi dan organisasi profesi bagi kelompok advokat, pengaturan dan penguatan kode perilaku bagi hakim, jaksa, dan polisi serta adanya sanksi yang tegas terhadap setiap terjadinya tindakan tercela, adanya transparansi informasi hukum melalui putusan-putusan pengadilan yang dapat diakses oleh masyarakat, dan adanya kesejahteraan dan kondisi kerja yang baik bagi aparat penegak hukum.
Mari kita lihat, apakah kondisi yang sama pada saat ini masih akan kita temui dalam 20 tahun ke depan?

HAM




Pengertian dan Definisi HAM :
HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.
Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran ham di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan / tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia ham di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh ham di Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia.
Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :
1. Hak asasi pribadi / personal Right
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
2. Hak asasi politik / Political Right
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat

6 fakta menarik dibalik warna bendera indonesia



1. Seluruh negara Asia Tenggara pasti memiliki warna Merah dan Putih dalam benderanya (kecuali Vietnam).
Jadi, 8 dari 9 negara tetangga kita di Asia Tenggara memiliki warna Merah Putih dalam bendera kebangsaannya.
- Malaysia : merah, putih, biru, kuning
- Singapura : merah, putih
- Brunei : kuning, hitam, merah, putih
- Thailand: merah, putih, biru
- Filipina: merah, putih, biru, kuning
- Kamboja: merah, putih, biru
- Myanmar: merah, putih, biru
- Laos: merah, putih, biru
Ajaib bukan?
Masih belum puas?
- Amerika Serikat: merah, putih, biru
- Rusia: merah, putih, biru
- Jepang: merah, putih
- Perancis: merah, putih, biru
- Italia: merah, putih, hijau
- Inggris: merah, putih, biru
2. Merah Putih merupakan pasangan warna tertua dalam budaya banyak negara dunia.
-Di antara pakaian yg digemari oleh Nabi Muhammad SAW adalah pakaian putih dan pakaian merah.
  • Dari Jabir bin Samurah ra : “Saya ketika itu melihat Nabi berpakaian merah. Kemudian saya membandingkannya dengan melihat bulan. Ternyata dalam pengamatan saya, beliau lebih indah daripada bulan.” (HR. Abu Ya’la dan Al-Baihaqi)
  • Ibnu Qudamah berkata, “Pakaian yang paling utama adalah pakaian yang berwarna putih karena Nabi bersabda, ‘Sebaik-baik pakaian kalian adalah yang berwarna putih. Gunakanlah sebagai pakaian kalian dan kain kafan kalian.” (al Mughni, 3/229)
-Di negeri2 Melayu serta dalam budaya Nusantara, kita sangat mengenal bubur merah bubur putih.
-Di Jepang, ada istilah “kouhaku” dimana dalam suatu pertandingan maka satu pihak berwarna merah (kou / beni) dan satu pihak lagi berwarna putih (haku / shiro).
wii 214x300 6 Fakta Ajaib di Balik Warna Bendera Indonesia !
  • Perang Saudara Rusia dan Perang Saudara Finlandia adalah peperangan antara Tentara Merah dan Tentara Putih.
  • Di Cina, Merah adalah warna keberuntungan dan dipakai untuk acara pernikahan. Angpao dalam masyarakat Tionghoa biasa diberikan dalam amplop Merah. Sebaliknya, Putih merupakan lawan dari warna Merah, karena Putih biasanya diartikan sebagai warna berduka. Jadi, Merah dan Putih ini berpasangan.
  • Dalam budaya Kristiani, Yesus sering dilukiskan berpakaian Merah dan Putih.
    Warna Merah dan Putih juga merupakan salah satu warna utama dalam Natal (lihat pakaian Sinterklas). Tidak pernahkah terpikir dalam otak agan kenapa Sinterklas tidak berpakaian Hitam dan Putih saja misalnya?
  • Ada 150 negara yang menyertakan warna Merah pada Bendera Nasional kebangsaannya.
3. Secara anatomi, Merah Putih merupakan warna tertua dalam tubuh manusia. Sejak janin dibentuk di dalam rahim, maka ia terdiri atas darah & daging (merah) dan tulang (putih). Dalam darah manusia, juga ada Sel Darah Merah & Sel Darah Putih !
4. Secara geologi, Merah & Putih merupakan representasi dua unsur alami yang terpanas dan terdingin di bumi. Yang terpanas adalah lava / inti bumi (berwarna merah), dan yang terdingin adalah salju (berwarna putih).
lava 300x167 6 Fakta Ajaib di Balik Warna Bendera Indonesia !
Lho, apa hubungannya? Nah, baca lagi yg di atas. Merah dan Putih itu merupakan representasi dari benda terpanas dan terdingin di planet ini !
5. Secara optik, Merah adalah warna dengan frekuensi cahaya paling rendah yg masih dapat ditangkap mata manusia dengan panjang gelombang 630-760 nm. Di sisi lain, bilaseluruh warna dasar digabung dengan porsi dan intensitas yg sama, maka akan terbentuk warna Putih.
6. Cahaya Merah adalah cahaya yg pertama diserap oleh air laut, sehingga banyak ikan dan invertebrata kelautan yg berwarna Merah. Di sisi lain, riak gelombang air laut selalu terlihat berwarna Putih. Jadi, bisa dikatakan, Merah Putih itu sendiri merupakan simbolisasi dari laut itu sendiri. Tak heran, Indonesia yg merupakan negara maritim / negara kepulauan memilih untuk memiliki bendera Merah Putih !
gelombang 300x199 6 Fakta Ajaib di Balik Warna Bendera Indonesia !
Harapan:
  • agar setiap anak bangsa Indonesia bangga akan bendera kebangsaannya !
  • agar setiap anak bangsa menghargai jasa serta pengorbanan para pendahulu kita, yg telah berkorban harta, jiwa & raga demi tegaknya bendera lambang kedaulatan bangsa kita !
2007 anakbendera400 6 Fakta Ajaib di Balik Warna Bendera Indonesia !

1838315p 6 Fakta Ajaib di Balik Warna Bendera Indonesia !

Bagi yg menyangka bahwa bendera kita adalah hasil sobekan dari bendera Belanda, silakan baca fakta sejarah ! Justru Merah Putih merupakan warna asli Indonesia !
  1. Warna Merah Putih diambil dari warna Kerajaan Majapahit. Sebelum Majapahit, kerajaan Kediri telah memakai panji2 Merah Putih.
  2. Selain itu, bendera perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak pun memakai warna Merah Putih sebagai warna benderanya, bergambar pedang kembar warna Putih dengan dasar Merah Menyala dan Putih. Warna Merah & Putih ini adalah bendera perang Sisingamangaraja XII. Dua pedang kembar melambangkan Piso Gaja Dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII.
  3. Ketika terjadi Perang Aceh, pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul2 dengan warna Merah & Putih, berlatar pedang, bulan sabit, matahari dan bintang serta ayat suci Al Qur’an.
  4. Di zaman kerajaan Bugis Bone, bendera Merah Putih adalah simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan Bone. Bendera Bone itu dikenal dengan nama Woromporang.
  5. Pada waktu perang Jawa (1825-1830 M) Pangeran Diponegoro memakai panji2i berwarna Merah Putih dalam perjuangannya melawan Belanda.
  6. Bendera yang dinamakan Sang Merah Putih ini pertama kali digunakan oleh para pelajar dan kaum nasionalis pada awal abad ke-20 di bawah kekuasaan Belanda.
  7. Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan pada saat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dijahit oleh Ibu Fatmawati, istri Bung Karno, pada tahun 1944, berukuran 276 x 200 cm.
  8. Perihal perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato, Surabaya, itu terjadi jauh setelah Proklamasi Kemerdekaan, tepatnya pada tanggal 19 September 1945. Sedangkan pada Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, kita sudah mengibarkan bendera Merah Putih. Jadi, tidak benar Merah Putih kita adalah hasil menyobek bendera Belanda !

Monday, April 25, 2011

Ada rekan yang membenci kehidupan karena menurutnya hidup ini tidak adil, karena dia tak pernah merasakan kecukupan seperti orang lain. Satu, kita merasa cukup bukan karena memiliki, tapi karena mensyukuri. Dua, hati yang mengeluh akan melihat apa pun lebih baik daripada yang telah dimilikinya. Maka, marilah kita lebih bersyukur, agar kita mulai bisa melihat kehidupan dengan mata dan hati yang adil.

APA ITU ANARKISME,?


Apa itu “anarkisme”? apa itu “anarki”? siapa sih para “anarkis” itu?
Anarkisme adalah sebuah ide tentang hidup dengan cara yang lebih baik. Sedangkan Anarki adalah sebuah cara untuk hidup.
Anarkisme menganggap bahwa pemerintahan ( Negara ) itu bukan saja tidak diperlukan tapi juga berbahaya. Para anarkis adalah mereka yang mempercayai anarkisme dan memiliki hasrat untuk hidup di dalam anarki sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para leluhur kita dulu. Mereka yang mempercayai pemerintahan ( seperti kaum liberal, Marxis, Konservatif, sosialis dan fasis ) dijuluki sebagai “statist.”
Awalnya anarkisme mungkin terkesan sangat negatif – karena oposisinya yang mentah. Namun sebenarnya, para anarkis memiliki banyak ide positif mengenai hidup di dalam sebuah masyarakat tanpa pemerintahan. Tidak seperti para Marxis, Liberal dan konservatif, mereka sama sekali tidak menawarkan sebuah cetak biru dari masyarakat.
Apakah para anarkis itu adalah “bomb thrower”?
Tidak – setidaknya apabila kita membandingkannya dengan Pemerintah Amerika Serikat, yang lebih sering melempar bom ke Iraq setiap harinya dibanding para anarkis di dalam 150 tahun aktifitas gerakan mereka. Kenapa sih kita tidak pernah mendengar julukan “bomb throwing president”? mana yang lebih berbahaya jika para anarkis yang melempar bom dengan kapasitas individual yang setara dengan militer Amerika Serikat yang vertikal dan dominan?
Para anarkis telah aktif bertahun-tahun di berbagai Negara, di bawah pemerintahan otokratik sampai ke pemerintahan yang demokratik. Kadang ketika berada di dalam kondisi akut yang represif, beberapa anarkis merasa relevan untuk melempar bom. Namun banyak pengecualian untuk aksi semacam ini. Stereotip “anarkis pelempar bom” tersebut di buat oleh politisi dan jurnalis di akhir abad 19, dan sampai sekarang mereka masih sering menggunakannya, bahkan julukan tersebut adalah sesuatu yang terlalu dilebih-lebihkan.
Apakah pernah ada tatanan masyarakat anarkis yang benar-benar bekerja?
Ya, ribuan dari tatanan masyarakat anarkis pernah bekerja. Pada permulaan sejuta tahun ataupun lebih, seluruh manusia hidup sebagai ‘hunter-gatherers’ di dalam kelompok-kelompok kecil yang egaliter, tanpa ada hirarki maupun otoritas. Mereka ini adalah para leluhur kita. Masyarakat anarkis pernah sukses, kalau tidak, cukup diragukan keseluruhan dari kita sekarang ada disini. Negara baru berumur beberapa ribu tahun, dan memakan waktu cukup lama bagi Negara untuk menyingkirkan ‘masyarakat anarkis yang terakhir,’ seperti para San ( Bushmen ), para orang-orang kerdil dan suku Aborigin Australia.
Tapi bukankah kita tidak dapat kembali ke dalam cara hidup semacam itu?
Hampir semua dari pada anarkis akan setuju dengan pendapat tersebut. Namun bagi para anarkis, untuk mempelajari masyarakat semacam ini, tetap menjadi sebuah pembuka mata yang dapat kita manfaatkan dari ide-ide mereka yang berguna seperti: kerjasama, individualisme, dan sistem sukarela yang di praktekan oleh masyarakat tersebut. Ambil satu contoh, para anarkis dan ‘tribesmen’ seringkali memiliki metode resolusi konflik yang sangat efektif termasuk mediasi dan arbitrasi yang tidak terikat. Metode-metode mereka seringkali berhasil daripada sistem legal kita, karena keluarga, persahabatan, lingkungan para tetangga yang berselisih akan mencoba saling mendamaikan dan dibantu oleh kepercayaan dan simpati diantara mereka, lalu mencari resolusi yang masuk akal dari masalah yang dihadapi. Di tahun 1970an dan 80an, akademisi mengamati bahwa beberapa ahli mencoba mentransplantasikan metode semacam ini ke dalam sistem legal Amerika. Namun secara alami transplantasi ini pelan-pelan menghilang, karena metode semacam ini hanya dapat berhasil di sebuah masyarakat yang bebas.
Para anarkis itu naïf: mereka pikir sifat alami manusia itu pada dasarnya baik.
Tidak seperti itu. memang benar bahwa anarkis menolak ide-ide moral maupun dosa besar. Ide-ide semacam ini kepunyaan dari agama dimana kebanyakan orang tidak lagi mempercayainya. Tapi anarkis juga tidak sepenuhnya percaya bahwa sifat alami manusia itu pada dasarnya baik. Mereka melihat manusia sebagaimana tindakannya. Kenyataannya adalah manusia bebas dari segala macam ‘esensi’ ( sifat alami ). Kita yang hidup di dalam kapitalisme dan sekutunya, yaitu Negara, adalah orang-orang yang tidak memiliki kesempatan untuk menjadi apapun yang kita inginkan.
Meskipun para anarkis seringkali memperlihatkan bentuk moral yang baik di dalam masyarakat, sebanyak mereka terlihat memiliki kepentingan yang tercerahkan. Anarkisme bukanlah doktrin pengorbanan diri, walau banyak dari para anarkis berjuang dan mati dikarenakan apa yang mereka percayai. Para anarkis mempercayai bahwa memperjuangkan basis mendasar dari ide mereka akan menciptakan kehidupan yang lebih baik kepada semua orang.
Tapi bagaimana kamu mempercayai kalau orang-orang tidak akan saling mengorbankan satu sama lain tanpa adanya kendali Negara akan kejahatan?
Apabila kamu tidak percaya kalau orang-orang biasa tidak akan mengorbankan satu sama lain, lalu bagaimana bisa kamu percaya kalau Negara tidak akan mengorbankan kita semua? Apakah mereka yang berada di kekuasaan adalah orang-orang yang tidak mementingkan diri sendiri, penuh dedikasi dan lebih superior dari orang-orang yang mereka kuasai? Semakin kamu memiliki kepercayaan kepada sesamamu, semakin banyak alasan bagimu untuk menjadi seorang anarkis. Dibawah anarki, kekuasaan disebarkan dan direduksi. Setiap orang memiliki satu, dan tidak ada satupun yang memiliki lebih. Dibawah Negara, kekuasaan dikonsentrasikan, dan kebanyakan masyarakat tidak memilikinya sama sekali. Bentuk kekuasaan seperti apa yang akan kamu lawan?
Tapi—realistis ajalah—apa yang bisa terjadi kalau polisi itu nggak ada?
Sebagaimana seorang anarkis Allen Thornton mengamati, “bisnis polisi bukanlah untuk melindungi; bisnis mereka adalah balas dendam.” Mari lupakan Batman yang mengelilingi kota dengan memerangi kejahatan yang sedang terjadi. Patroli polisi tidak mencegah kejahatan atau menangkap kriminal. Ketika patroli polisi berhenti diam-diam di lingkungan masyarakat kota Kansas, rating kejahatan masih berada di peringkat yang sama. Namun ketika masyarakat bersama-sama menjaga lingkungan mereka dan saling memperingati akan kejahatan, penjahat akan memilih lingkungan masyarakat yang hanya dijagai polisi. Bagi para kriminal daerah seperti itu tidak terlalu beresiko.
Tapi Negara modern telah sedemikian dalam terlibat di dalam peraturan keseharian. Hampir setiap aktifitas memiliki semacam hubungan dengan peraturan Negara.
Memang benar – tapi ketika kamu memikirkannya lagi, kehidupan sehari-hari kita hampir semuanya adalah anarkis. Cukup jarang kamu menemui polisi kecuali ketika mereka sedang menilangmu karena mengemudi terlalu cepat. Perencanaan sukarela dan saling mengerti hadir di hampir semua aktifitas. Sebagaimana anarkis Rudolph Rocker menulisnya: “fakta bahwa di bawah despotisme pun hubungan personal manusia dengan sahabat-sahabatnya direncanakan dengan persetujuan yang bebas dan kerjasama yang solider, tanpa hubungan semacam ini kehidupan sosial tidak mungkin terjadi.”
Kehidupan keluarga, membeli dan menjual, persahabatan, penyembahan, seks, dan waktu luang adalah anarkis. Bahkan ditempat kerja, yang dilihat oleh para anarkis sebagai bagian dari Negara, para pekerja masih dapat bekerjasama diam-diam, terlepas dari genggaman bos, dengan tujuan untuk meminimalisir dan juga agar cepat menyelesaikan pekerjaan. Beberapa orang mengatakan kalau anarki itu tidak bekerja. Namun segala hal yang dikerjakan Negara berada di dalam sebuah fondasi anarki, bahkan di ranah ekonomi.
Bukankah para anarkis itu ateis? Kebanyakan orang bukanlah ateis.
Kamu tidak perlu menjadi seorang ateis untuk menjadi anarkis. Anarkis menghargai semua kepercayaan pribadi individu. Secara historis, kebanyakan anarkis menjadi ateis karena institusi agama dalam sejarah selalu menjadi sekutu dari Negara, dan juga karena mencegah orang-orang berpikir untuk dirinya sendiri. Semua anarkis menolak aliansi tidak suci antara agama dan Negara dimanapun itu, entah di Iran, Israel, ataupun di Amerika Serikat. Tapi ada juga anarkis-anarkis religius yang inspiratif seperti para anarkis Kristen ( Leo Tolstoy, Dorothy Day ), anarkis yahudi ( Paul Goodman ), anarkis muslim ( Hakim Bey ), dan para anarkis yang menganut pagan dan kepercayaan-kepercayaan relijius timur lainnya.
Budaya?
Anarkisme selalu menjadi inspirasi bagi individu-individu kreatif yang memperkaya budaya. Penyair anarkis seperti Percy Bysshe Shelley, William Blake, Arthur Rimbaud dan Lawrence Ferlinghetti. Essais anarkis Amerika seperti Henry David Thoreau dan di abad 20 seperti, si anarkis katolik Dorothy Day, Paul Goodman, dan Alex Comfort ( The Joy of Sex). Anarkis akademisi seperti ahli linguistik Noam Chomsky, sejarawan Howard Zinn, dan anthropologis A.R Radcliffe-Brown dan Pierre Clastres. Terlalu banyak Sastrawan anarkis di dalam daftar, mungkin yang lebih dikenal seperti Leo Tolstoy, Oscar Wilde, dan Mary Shelley ( penulis Frankenstein ). Pelukis anarkis seperti Gustav Courbet, Georges Seurat, Camille Pisarro, dan Jackson Pollock. Anarkis-anarkis kreatif lainnya seperti musisi John Cage, John Lennon, dan band CRASS, masih banyak lagi.
Misalnya pendapatmu tepat bahwa anarki itu adalah sebuah cara hidup yang lebih daripada sistem (Negara) yang ada sekarang ini, bagaimana kamu dapat menyingkirkannya apabila Negara memang sekuat dan seopresif seperti yang kamu bilang tadi?
Para anarkis selalu memikirkan pertanyaan seperti ini. Dan mereka tidak memiliki jawaban yang mudah. Di Spanyol, pada tahun 1936 kaum anarkis mencapai jumlah jutaan orang dan militer sedang mengusahakan kudeta, mereka membantu pekerja mengambil alih pabrik-pabrik dan secara bersamaan melawan fasis di garda depan. Mereka juga membantuk petani-petani untuk membentuk kolektif-kolektif di desa-desa. Para anarkis juga melakukannya di Ukraina sekitar tahun 1918-1920, dimana mereka terpaksa harus melawan tentara Czar dan Komunis. Namun cara-cara tersebut bukan lagi cara yang akan digunakan kalau kita ingin menyingkirkan sistem di abad 21 ini.
Apabila mempertimbangkan revolusi-revolusi yang menyingkirkan komunisme di Eropa bagian timur, banyak kekerasan dan kematian yang terjadi, kejadian ini melebihi Negara-negara lainnya. Tapi apa yang dapat menurunkan para politisi, birokrat, dan jendral-jendral—musuh-musuh yang sama yang kita hadapi—hanya karena mayoritas dari populasi menolak untuk bekerja atau melakukan apapun yang akan membuat sistem yang sudah busuk ini untuk terus berjalan. Apa yang bisa dilakukan oleh pemimpin-pemimpin di Moskow ataupun Warsaw ketika ini terjadi, menjatuhkan bom nuklir ke diri mereka sendiri? Membunuh semua pekerja yang bekerja demi kehidupan mereka?
Kebanyakan anarkis telah lama mempercayai metode yang mereka sebut sebagai ‘pemogokan besar-besaran’ dapat menjadi bagian penting untuk menyingkirkan negara. Yaitu, suatu penolakan atas kerja secara kolektif.
Jika kalian semua menentang pemerintahan, kalian pasti menentang demokrasi.
Apabila demokrasi berarti masyarakat mengambil kendali atas hidup kita sendiri, maka semua anarkis adalah, sebagaimana yang dikatakan seorang anarkis Amerika Benjamin Tucker sebagai, “demokrat Jeffersonian yang tidak pengecut” – satu-satunya demokrat yang sejati. Namun itu bukanlah demokrasi sebenarnya. Di kehidupan nyata, sebagian orang ( di Amerika, hanya segelintir orang ) memilih para politisi yang akan megnendalikan kehidupan kita dan membuat peraturan-peraturan dengan menggunakan birokrat-birokrat yang tidak dipilih juga polisi untuk menjalankannya tanpa mempertimbangkan apakah mayoritas menyetujuinya atau tidak.
Sebagaimana yang pernah ditulis oleh filsuf Perancis Rosseau ( bukan anarkis ), di dalam demokrasi, masyarakat hanya bebas di saat mereka memilih, dan di momen-momen selain itu mereka adalah budak-budak pemerintah. Dan para politisi di kantor juga para birokrat biasanya berada di dalam kendali yang kuat dari bisnis-bisnis besar, bahkan seringkali dibawah kendali bisnis-bisnis yang mempunyai kepentingan tertentu. Semua orang mengetahui fakta ini. Tapi sebagian orang terus-menerus mendiamkannya karena mereka juga mendapatkan keuntungan dari para pemegang kekuasaaan. Yang lain tetap mendiamkannya karena mereka tahu kalau protes itu sia-sia dan mereka beresiko di cap sebagai “ekstrimis” atau bahkan “anarkis” (!) jika memang seperti ini, demokrasi memang hebat ya!
Well, kalau kamu tidak memilih petugas pemerintahan untuk membuat keputusan, jadi siapa yang akan melakukan hal tersebut? Jangan bilang kalo kamu akan mengatakan kalau semua orang bebas melakukan apa saja yang mereka inginkan tanpa mempertimbangkan yang lain.
Kaum anarkis memiliki banyak ide mengenai bagaimana keputusan akan diciptakan di dalam sebuah masyarakat yang bersifat sukarela dan kooperatif. Kebanyakan anarkis percaya kalau masyarakat seperti ini harus berbasis komunitas lokal yang cukup kecil agar orang-orang saling mengenal satu sama lain, atau setidaknya orang-orang akan menjalin pertalian seperti keluarga, persahabatan, dan berbagi pandangan maupun kepentingan satu dengan yang lainnya. Dan karena ini adalah sebuah komunitas lokal, masyarakat akan memiliki pengetahuan bersama atas komunitas dan lingkungan mereka. Mereka akan menyadari bahwa mereka harus hidup dengan konsekuensi atas keputusan yang mereka buat. Tidak seperti politisi dan birokrat yang memutuskannya untuk masyarkat ( yang bahkan tidak mereka kenal ).
Para anarkis percaya bahwa keputusan harus selalu dibuat di dalam level sekecil mungkin. Setiap keputusan dimana para individu bisa memutuskannya untuk diri mereka sendiri, tanpa mencampuri keputusan individu lainnya, yang juga harus membuat keputusan mereka sendiri. Setiap keputusan yang dibuat oleh kelompok kecil ( seperti keluarga, konrgregasi relijius, organ-pekerja, etc ) sekali lagi adalah keputusan mereka sendiri dan tidak diperkenankan mencampuri keputusan kelompok yang lain. Keputusan-keputusan antar kelompok yang menyebabkan benturan yang signifikan, jika benar-benar dikhawatirkan oleh semuanya, dapat membentuk sebuah dewan ekstra untuk bertemu dan menangani masalah.
Dewan komunitas semacam ini bukanlah legislator. Tidak ada satupun yang dipilih. Masyarakat harus berbicara untuk diri mereka sendiri. Dan ketika mereka akan membicarakan isu lebih spesifik disitu, mereka cukup sadar bahwa bagi mereka, menang bukanlah, sebagaimana yang dikatakan oleh pelatih grup sepak bola Vince Lombardi, “segala-galanya.” Mereka menginginkan semua orang untuk menang. Mereka menghargai pertemanan mereka dengan tetangga. Yang harus mereka lakukan, pertama, mereduksi kesalahpahaman yang ada dan mengklarifikasikan isu. Seringkali tindakan semacam ini sudah cukup untuk menghasilkan persetujuan. Jika itu memang tidak cukup, mereka dapat melakukan kompromi. Namun seringkali tindakan pertama sudah cukup. Jika memang tidak dapat berjalan sama sekali, dewan dapat menunda isu, selama isu ini tidak membutuhkan keputusan yang cepat, agar keseluruhan komunitas dapat merefleksikannya dan mendiskusikan masalah tersebut di pertemuan selanjutnya. Jika benar-benar gagal, komunitas yang harus menemukan jalan apakah masih ada jalan bagi mayoritas dan minoritas untuk berpisah dalam sementara waktu, maka keduanya harus mengajukan apa yang mereka inginkan mengenai hal tersebut.
Apabila semua itu telah dilakukan, dan memang gagal, jika masyarakat memiliki perbedaan isu yang tidak dapat disatukan, maka minoritas memiliki dua pilihan. Dapat bergabung dengan mayoritas, untuk kali ini, karena keharmonisan komunitas lebih penting dari isu yang di perjuangkan. Mungkin mayoritas dapat menegosiasikan keputusan minoritas mengenai hal yang lain. Jika ini gagal juga, dan jika isunya memang sangat penting bagi minoritas, solusi yang mungkin adalah memisahkan diri, seperti yang dilakukan oleh Negara-negara bagian Amerika (Connecticut, Rhode Island, Vermont, Kentucky, Maine, Utah, West Virginia, etc ). Apabila pemisahan diri mereka ini bukanlah sebuah alasan menentang statisme, maka ini tidak menentang anarki. Ini bukanlah kegagalan bagi anarki, karena komunitas yang baru akan menciptakan kembali anarki. Anarki bukanlah sistem yang sempurna – hanya saja lebih baik dari yang lainnya.
Kita tidak dapat memuaskan kepentingan dan kemauan kita pada level lokal saja
Mungkin tidak semuanya, tapi ada bukti dari arkeologi bahwa pernah terjadi perdagangan jarak-jauh, lebih dari ratusan bahkan ribuan mil, di era prasejarah yang anarkis di Eropa. Masyarakat primitif anarkis pernah dikunjungi oleh ahli anthropologi di abad 20, seperti para ‘hunter-gatherer’ San ( Bushmen) dan suku tribal Trobriand, melakukan perdagangan semacam ini dalam hubungan dagang antar individu – meskipun hubungan semacam ini lebih seperti saling memberi daripada yang kita pikir sekarang sebagai kepentingan dagang. Anarki yang telah dipraktekan tidak pernah bergantung pada self-suffiisiensi lokal yang total. Namun banyak dari anarkis modern menegaskan bahwa komunitas dan daerah-daerah, harus bisa menjadi seself-suffisien mungkin, agar tidak bergantung pada bagian yang luar yang jauh. Bahkan dengan teknologi modern, yang seringkali di desain untuk memperbesar pasar komersil dengan menghancurkan self-suffisiensi, sebagaimana pemerintah dan korporasi menginginkan lemahnya self-suffisiensi lokal lebih dari yang kita tahu.
Satu definisi dari “anarki” adalah kekacauan. Bukankah seperti itu wajah anarki yang sebenarnya—kekacauan?
Pierre-Joseph Proudhon, orang pertama yang mengaku dirinya seorang anarkis, menulis bahwa “kebebasan adalah ibu, bukanlah anak perempuan dari tatanan.” Tatanan anarkis lebih superior daripada tatanan Negara karena anarki bukanlah sebuah sistem hukum yang koersif, tatanan ini sesimpel bagaimana masyarakat dapat mengenal satu sama lain dan memutuskan bagaimana mereka akan hidup bersama-sama. Tatanan anarkis berdasarkan persetujuan dan perspektif bersama.
Kapan sih filosofi anarkisme diformulasikan?
Beberapa anarkis berpendapat bahwa ide-ide anarkis telah diekspresikan oleh Diogenes kaum Cynic pada peradaban Yunani Kuno, oleh Lao Tse di era China Kuno, dan beberapa mistik medieval juga selama abad 17 di Inggris ketika terjadi perang sipil. Namun anarkisme modern dimulai dengan William Godwin dengan tulisannya Political Justice yang diterbitkan di Inggris di tahun 1793. Di bangkitkan kembali oleh Proudhon di tahun 1840 ( dalam tulisan What is Property? ). Dia menginspirasikan gerakan anarkis diantara pekerja-pekerja Perancis. Max Stirner dengan tulisan The Ego and His Own (1844) dipertimbangkan sebagai pencerahan dari egoisme yang menjadi basis mendasar nilai-nilai anarkis. Seorang Amerika, Josiah Warren, secara independen mencapai ide yang sama di jaman yang sama dan menginspirasikan sebuah gerakan skala besar untuk mencapai komunitas utopian. Ide-ide anarkis dikembangkan oleh revolusioner Russia Mikhail Bakunin dan juga oleh ilmuwan Russia Peter Kropotkin. Para anarkis berharap ide-ide mereka berkembang seiring berubahnya dunia.
Para revolusioner ini terkesan mirip sekali dengan Komunisme, yang tidak diinginkan orang banyak.
Kaum anarkis dan Marxis telah menjadi musuh semenjak tahun 1860. Meski kadang-kadang mereka bekerja sama melawan musuh bersama-sama seperti Czarist selana revolusi Russia dan fasis Spanyol selama perang sipil Spanyol, dan para komunis selalu mengkhianati anarkis. Dari Karl Marx sampai Joseph Stalin, kaum Marxis selalu mencela anarkisme.
Beberapa anarkis, pengikut Kropotkin, menjuluki diri mereka sebagai “komunis” – namun bukan Komunis. Namun mereka membedakan komunisme yang mereka praktikan, yang di organisasikan dari bawah – pengambil-alihan tanah, fasilitas dilakukan secara sukarela dan mereka bekerja di komunitas lokal dimana orang-orang saling mengenal satu sama lain – Berbeda dengan Komunisme yang dipaksa melalui Negara, menasionalisasi tanah dan fasilitas produksi, menolak semua bentuk otonomi lokal, dan mereduksi para pekerja menjadi pegawai-pegawai Negara. Apakah kedua sistem ini kurang berbeda?
Kaum anarkis menerima dan bahkan berpartisipasi di dalam kejatuhan Komunisme Eropa. Beberapa anarkis dari luar membantu para oposisi blok timur – sebagaimana yang tidak pernah dilakukan oleh pemerintah AS – selama bertahun-tahun. Para anarkis sekarang justru banyak aktif di Negara-negara bekas pendudukan Komunis.
Kejatuhan Komunis memang banyak menjatuhkan imej kiri-Amerika, tapi bukan para anarkis, banyak dari para anarkis sendiri tidak menganggap diri mereka sebagai orang kiri. Anarkis sudah ada sebelum Marxisme dan masih ada setelahnya.
Bukankah para anarkis menggunakan kekerasan?